Arsip Blog


Popular Posts

Sabtu, 12 Desember 2009

GADIS SHOLEHAH…SIAPAKAH KAMU?


Sudah menjadi hal yang dimaklumi bahwa menjadikan gadis sholehah sebagai isteri adalah petunjuk yang Allah berikan kepada seseorang yang mau menikah. Rasulullah saw mempersyaratkan untuk menikahi gadis karena agamanya (kesholehahannya) sebelum karena yang lain, insyaAllah akan beruntung. عَنْ جَابِرٍ اَنَّ النَّبِىَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَنَّ اْلمَرْأَةَ تُنْكِحُ لِدِيْنِهَا وَمَالِهَاوَجَمَالِهَافَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنَ Dari Jabir katanya Rasulullah saw telah bersabda,”Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya dan kecantikannya, maka pilihlah yang beragama.” (HR Muslim dan Tirmidzi) Dalam lain kesempatan lain Rasulullah saw juga menyatakan pujiannya kepada perempuan yang sholehah, عَنْ عَمْرٍوبْنِ اْلعَاصِ : اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا اْلمَرْأَةُالصَّالِحَةُ Dari Amr ibnu As, Rasulullah saw bersabda, “Dunia itu harta benda, dan sebaik-baik harta benda dunia adalah perempuan yang sholehah.” (HR Muslim) اِظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرَبَتْ يَدَاكَ . Rasulullah saw bersabda : “Pilhlah perempuan yang beragama (sholehah), sebab kalau tidak celakalah dirimu.” (HR Bukhari) Maka pilihlah perempuan sholehah, karena dia akan membawa ke surga, yang akan membawa kebahagiaan dan keberuntungan dunia dan akhirat. Masalahnya sekarang seperti apakah gadis yang sholehah itu…? Bagaimana kriterianya? Bagaimana gambarannya dalam kehidupan sehari-hari? Apakah gadis sholehah itu yang selalu memakai jilbab rapat, alim, yang kalau berjalan selalu menunduk, tidak bergaul bebas dengan laki-laki, aktif dengan kegiatan keagamaan (taklim, ngaji, aktifis organisasi/jama’ah Islam), yang selalu aktif beribadah (sholat, puasa, membaca Al Qur’an dll), ilmu agamanya luas, dan berbagai kriteria lainnya atau yang kerap disebut dengan bahasa prokemnya “AKHWAT” …? Bisa jadi demikian… Apakah gadis sholehah itu yang rajin beribadah dan ilmu agamanya luas seperti gadis-gadis pesantren? Bisa jadi demikian juga…Ah nggak juga kata sebagian orang….banyak gadis pesantren yang ibadahnya rajin, ilmu agamanya pinter, tetapi akhlaqnya buruk, masih suka pacaran, bahkan ada yang agak ‘nakal’… Apakah gadis pesantren seperti itu masih bisa dikatakan sebagai gadis sholehah?… Lalu bagaimana dengan gadis yang bukan aktifis jama’ah, bukan akhwat, bukan gadis pesantren, yang ilmu agamanya minim, yang jilbabnya biasa-biasa atau kadang tidak memakai jilbab tetapi merupakan gadis baik-baik, anak rumahan, yang juga tidak terlalu bebas bergaul dengan laki-laki, yang ibadahnya biasa-biasa saja tetapi akhlaq dan budi pekertinya baik…..? Ada orang yang rajin sholat, puasa, aktif ke masjid, aktif kegiatan keagamaan, ilmu agamanya luas, tetapi akhlaqnya buruk kepada tetangganya, bakhil, tidak perhatian kepada isteri dan anaknya, suka menyakiti orang lain dengan perkataan dan perbuatannya, bahkan terkadang masih suka melakukan dosa besar. Sebaliknya ada orang yang kurang akfif dalam hal keagamaan, ilmu agamanya sedikit, ibadahnya biasa-biasa saja, tetapi akhlaq dan budi pekertinya sangat baik, kepada keluarganya, tetangganya, suka menolong dan menyantuni orang lain. Kadang ada gadis yang tidak berjilbab, ibadahnya biasa-biasa saja, tetapi akhlaq dan budi pekertinya baik. Apakah gadis yang demikian tidak bisa dikategorikan sebagai gadis sholehah?….. Seorang kyai dalam situs keislaman di internet mengatakan bahwa gadis yang tidak berjilbab bukan merupakan gadis yang sholehah, maka janganlah ambil resiko untuk menikahi gadis seperti itu, karena menutup aurat dengan jilbab adalah kewajiban muslimah, maka gadis yang tidak berjilbab adalah gadis yang bermaksiat kepada Allah sehingga bukan gadis sholehah. Secara umum pernyataan bapak kyai tersebut benar, walaupun dalam kasus-kasus tertentu ada pengecualian. Kadang ada orang yang berkilah,”Ah menurut saya jilbab itu bukan ukuran kebaikan seseorang, nyatanya banyak gadis yang berjilbab yang akhlaqnya buruk, mulutnya pedas, sombong, masih suka pacaran dan bergaul bebas dengan laki-laki, sebaiknya banyak gadis yang tidak berjilbab tetapi akhlaqnya baik, rendah hati, ramah, suka menolong orang lain, dan menjaga diri tidak bergaul bebas dengan laki-laki.” Pernyataan orang tersebut adalah sebenarnya seperti orang yang dinasehati agar menjalankan sholat. Orang itu berkilah,”Yang penting bagi seseorang itu bukan sholat atau nggak sholatnya. Sholat itu bukan bukti yang menunjukkan kalau seseorang itu sudah baik, buktinya banyak orang yang sholat ke mesjid tapi pulangnya masih suka mengambil sandal orang. Makanya yang penting itu menjadi orang baik, walaupun nggak mesti harus sholat.” Lalu lebih baik juga manakah menikahi ‘akhwat’ aktifis jama’ah, yang ibadahnya rajin, berjilbab rapat tetapi akhlaqnya buruk dengan menikahi gadis biasa-biasa saja, yang tidak berjilbab, kurang aktif dalam keagamaan, ibadahnya biasa-biasa saja tetapi akhlaqnya baik? Bagaimana sih ukuran keberagamaan seseorang? Apakah ukuran keberagamaan seseorang itu dari ibadahnya yang rajin, ikmu agamanya yang luas? Bagaimana sih ukuran kesholehahannya seorang gadis? Sikap Kaffah, Totalitas Dalam Beragama Sepanjang yang saya tahu ukuran kesholehahan seorang gadis itu amat relatif. Banyak sekali kriteria kesholehahan seorang gadis. Jilbab menurut saya juga salah satu ukuran kesholehahan seorang gadis, asalkan jilbab yang dimaksud adalah jilbab syar’i, yang berfungsi benar menutup aurat, lebih-lebih yang rapat, yang menutupi seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannya. Tetapi terkadang memang kita dapati seorang ‘akhwat’, aktifis jama’ah, berjilbab rapat, ibadahnya rajin tetapi sayang akhlaqnya buruk, masih durhaka kepada orang tua, jahat kepada tetangga, mulutnya pedas, de el el….Menurut saya gadis seperti itu kurang sholehah walaupun tidak bisa dikatakan mutlak sebagai gadis yang agamanya buruk. Karena kesediaannya memakai jilbab yang rapat juga menunjukkan kebaikan dalam agamanya, ibadahnya yang rajin menunjukkan semangatnya dalam beragama. Ibadah harian terutama sholat juga merupakan ukuran indikasi kebaikan seseorang, sebagaimana dikatakan Rasulullah bahwa sholat itu tiangnya agama, bahwa sholat itu pembatas antara kekafiran dan keislaman, dan sabda-sabdanya yang lain yang menunjukkan keutamaan ibadah sholat. Lalu bagaimana dengan gadis biasa-biasa saja, tidak berjilbab, bukan aktifis jama’ah, yang ibadahnya biasa-biasa saja tetapi akhlaqnya sangat baik kepada siapa saja, kepada orang tua, saudara, dan tetangganya. Gadis biasa-biasa yang akhlaqnya sangat baik seperti ini juga menunjukkan salah satu ciri kesholehahannya, walaupun kurang sholehah karena dia tidak berjilbab. Karena jilbab adalah kewajiban muslimah, maka gadis yang akhlaqnya sangat baik tetapi tidak berjilbab, adalah gadis yang bermaksiat kepada Allah. Kemudian lagi bagaimana dengan gadis pesantren yang berjilbab, ilmu agamanya luas, ibadahnya rajin tetapi akhlaqnya kurang baik, masih suka pacaran dan bergaul bebas dengan laki-laki. Gadis pesantren seperti ini dengan ilmu agamanya yang luas, ibadahnya rajin, juga menunjukkan salah satu ciri kesholehahannya. Tetapi dengan akhlaqnya yang buruk yang masih suka pacaran adalah menjadikan dia menjadi kurang sholehah. Ringkasnya kesholehahan seorang gadis itu amat relatif, yang tidak bisa diukur dari satu sisi saja, dari ibadahnya saja, dari jilbabnya, dari akhlaqnya, atau dari ilmunya saja. Yang pasti jangan hanya terpancang penampilan lahiriah. Jangan melihat dari ibadahnya saja, ilmunya saja, akhlaqnya saja. Seseorang yang ibadahnya amat rajin, sholat fardhu tidak pernah ketinggalan, selalu khusyu’, sholat sunnah amat banyak, dzikir selalu diucapkan di bibirnya, selalu rajin ke masjid tidak bisa dikatakan sebagai orang yang sudah cukup baik agamanya. Dahulu Rasulullah pernah mengutus beberapa shahabatnya untuk membunuh seorang pemuda yang sedang sholat dengan sangat khusyu’. Rasulullah memberikan alasan dengan mensifati pemuda yang harus dibunuh itu dengan seseorang yang telah keluar dari agamanya, yang bacaan Al Qur’annya tidak melewati tenggorokannya. Rasulullah juga mengabarkan tentang kaum Khawarij yang harus dibunuh, karena mereka telah keluar dari agama, padahal kaum Khawarij terkenal dengan ibadahnya yang sangat rajin dan khusyu’, yang melebihi ibadahnya para shahabat. Itu semua berkaitan dengan aqidah (keimanan). Walaupun ibadahnya secara lahir terlihat sangat bagus, tetapi karena aqidahnya telah rusak sehingga ibadahnya sia-sia…”bacaan Al Qur’annya tidak melewati tenggorokannya..” Membatasi kesholehahan dengan ukuran ilmu saja juga tidak benar. Kaum orientalis banyak yang ahli tentang agama Islam dan banyak doktor di Barat yang pakar dalam agama Islam, tetapi apakah mereka semua dapat dikategorikan sebagai orang sholeh. Jelas tidak!!! Karena mereka adalah orang kafir, ketinggian ilmu mereka tidak berarti apa-apa karena mereka tidak mengamalkannya. Konon kabarnya orang-orang JIL (Jaringan Islam Liberal) atau orang-orang pluralis adalah orang-orang yang pinter, wawasannya luas, gelarnya tinggi-tinggi. Tetapi mereka dikenal hanya sebagai orang yang hanya pandai bicara, mengutak-atik sesuatu, tapi amal mereka amat sedikit. Dengan berkepandaiannya berretorika, membuat kalimat yang indah-indah tetapi justru dengan itu semua mereka semakin jauh dari agama Allah. Dan begitu juga gadis-gadis pesantren yang tinggi ilmu agamanya tetapi akhlaqnya masih buruk tidak bisa dikatakan sebagai gadis sholehah. Ilmu itu harus dengan amal. Saya juga tidak setuju mengukur kesholehahan seorang gadis dari segi akhlaq atau budi pekertinya saja. Banyak orang-orang kafir, para pendeta, biarawati yang budi pekertinya terhadap sesama manusia sangat bagus, tetapi tentu saja tidak layak mereka dikatakan sebagai orang sholeh. Memang banyak hadits yang menyatakan keutamaan akhlaq dan budi pekerti. Kata nabi orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya. Tetapi tentu saja yang dimaksud tidak hanya dengan akhlaq saja tetapi juga dengan ibadah. Karena akhlaq atau budi pekerti menyangkut hubungan antara sesama manusia, sedangkan ibadah menyangkut hubungan dengan Allah. Sia-sia saja akhlaq atau budi pekertinya bagus tetapi tidak pernah ibadah. Sama saja orang yang berdalih tidak mau sholat karena merasa kelakuannya sudah baik. Tetapi insyaAllah gadis biasa-biasa saja, yang ilmu agamanya tidak begitu tinggi, ibadahnya biasa-biasa tetapi akhlaqnya sangat bagus lebih baik daripada seorang akhwat aktifis jamaah atau gadis pesantren yang tinggi ilmu agamanya, ibadahnya sangat bagus tetapi akhlaqnya buruk. Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya seorang hamba yang berakhlaq baik akan mencapai derajat dan kedudukan tinggi di akhirat, walau ibadahnya sedikit.” Kesimpulannya, ukuran kesholehahan seorang gadis adalah menyeluruh, totalitas, yang tidak hanya dibatasi dari satu sisi saja tetapi dari ketiga-tiganya yaitu ibadah, ilmu dan akhlaq. Sholehah adalah identik dengan ketaatan, ketaatan dalam menjalankan agama Allah. Sebagaimana firman Allah : “Sebab itu maka wanita yang sholehah ialah yang taat kepada Allah…” (QS An Nisaa’ : 34) Sholehah itu identik juga dengan taqwa, sedangkan pengertian taqwa seperti yang telah kita maklumi adalah menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, baik dosa-dosa besar maupun kecil. Dan dalam sikap ketaqwaan, ketaatan dalam beragama tersebut adalah harus kaffah atau totalitas, tidak bersifat parsial atau menjalankan sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ امَنُواادْخُلُوْافِىالسِّلْمِ كَافَّةً وَّلاَتَتَّبِعُوْاخُطُوَتِ الشَّيْطَانَ اِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ . “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganah kamu turuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Baqarah : 208) Aqidah Yang Kuat Totalitas dalam beragama sebagai tanda kesholehahan mencakup semua ajaran Islam, dari yang sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya. Yang pertama dan terutama adalah soal aqidah/keimanan sebagai pengejawantahan rukun Islam yang pertama yaitu syahadat. Mengimani rukun iman yang enam dan i’tiqad-i’tiqad lain yang wajib diimani yang menjadi point-point keimanan, mengimani adanya alam kubur, alam akhirat, mengimani hal-hal yang ghaib, dan lain-lainnya. Aqidah yang wajib diikuti adalah aqidah yang shohih yaitu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah yang merupakan aqidahnya Rasulullah dan para shahabat, bukan aqidah ahlul bid’ah yang sesat seperti aqidah Syi’ah, Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah, Mujassimah, Jahmiyah, Ingkar Sunnah, Islam Jama’ah/LDII, Ahmadiyah, Islam Liberal dan lain-lainnya. Tidak melakukan hal-hal yang bisa merusak keimanan dan keislaman yaitu kufur dan syirik, baik kufur kecil/syirik kecil, lebih-lebih pula kufur besar/syirik besar. Masalah aqidah ini adalah merupakan hal yang paling mendasar yang menentukan kesholehahan seorang gadis. Karena aqidah itu merupakan pondasi, yang kalau kuat pondasinya maka bangunan di atasnya akan kuat pula. Aqidah/keimanan yang kuat akan membuat perilaku seseorang menjadi baik, mempunyai ghiroh besar dalam beragama, semangat dan komitmen keislaman yang tinggi. Seorang gadis sholehah yang aqidahnya kuat akan menyadari siapa dirinya, kedudukannya, untuk apa dia diciptakan di dunia ini, dan kemana dia akan pergi. Dia akan menyadari bahwa tujuan hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah, yang akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua amalnya di akhirat nanti. Dia akan selalu merasa takut kepada allah, takut tidak menjalankan perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya. Dia tidak akan terlena oleh kehidupan dunia ini dengan segala gemerlapnya, karena dia sadar bahwa dunia ini bukan tujuan sebenarnya tetapi akhirat kelak tujuan yang sebenarnya. Seorang gadis sholehah yang aqidahnya kuat akan menjadikan ajaran Allah, yaitu agama Islam ini sebagai pandangan hidupnya, way of life, sebagai neraca berpikir, berkata dan berbuat sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Bekas yang ditunjukkan dari kuatnya aqidah pada diri seorang gadis adalah ghiroh/semangat yang tinggi dalam menjalankan agama, baik dalam menuntut ilmu dan beramal. Seorang gadis yang beraqidah kuat akan sangat mudah menerima kebenaran dan menyerap ilmu agama. Dengan kata lain seorang gadis sholehah yang beraqidah kuat akan mempunyai komitmen keislaman yang tinggi. Inilah kriteria minimal dari gadis sholehah, walaupun bisa jadi seorang gadis ilmu agamanya biasa-biasa saja, ibadahnya sedikit tetapi paling tidak mempunyai komitmen keislaman tinggi, dengan komitmen yang tinggi tersebut dia akan semakin baik ibadah dan akhlaqnya, serta semakin tinggi ilmunya. Ibadah Yang Bagus Hal kedua yang menjadi ukuran kesholehahan adalah berkaitan dengan ibadah dalam segala aspeknya, terutama rukun Islam yang kedua, ketiga, keempat, dan kelima (sholat, zakat, puasa, dan berhaji ke Baitullah). Seorang gadis sholehah akan berusaha beribadah dengan baik dan benar sesuai tuntunan Rasulullah saw, tidak akan meninggalkan sekalipun selama hidupnya. Mengerjakan semua yang difardhukan ditambah dengan yang sunnah sesuai kemampuan, seperti sholat sunnah, dzikir, berdoa, membaca Al Qur’an, puasa sunnah, dan bersedekah. Seorang gadis sholehah akan selalu menjalankan ibadah sepanjang hidupnya, karena dia sadar bahwa dirinya diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya. وَمَاخَلَقْتُ اْلِجِنَّ وَاْلإِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Adz Dzaariyat : 56) Akhlaq Yang Baik Akhlaq atau budi pekerti yang baik merupakan ciri keempat kesholehahan seorang gadis. Kalau ibadah merupakan sarana hubungan vertikal dengan Allah, sedang akhlaq atau budi pekerti merupakan simbol hubungan horizontal dengan sesama manusia. Ajaran Islam tidak hanya memerintahkan seseorang untuk beribadah kepada Allah saja, tetapi lebih dari itu harus berakhlaq yang baik kepada sesama manusia, atau akhlaqul karimah. Rasulullah saw bersabda : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaqnya.” (HR Ahmad dan Abu Daud) “Sesungguhnya seorang hamba yang berakhlaq baik akan mencapai derajat dan kedudukan yang tinggi di akhirat walau ibadahnya sedikit.” (HR Thabrani dengan sanad baik) Seorang gadis sholehah akan selalu berusaha berakhlaq baik kepada manusia, kepada orang tuanya (berbakti kepadanya), kepada saudaranya, keluarganya, tetangganya, dan kepada teman karibnya. Akhlaq yang baik meliputi beberapa perintah dan larangan. Seperti perintah berbuat baik kepada orang lain, selalu tersenyum kepada sesama muslim, menyambung silaturahmi, menolong orang yang kesusahan, larangan bersikap sombong, dengki, larangan ghibah (menggunjing orang lain), berdusta, menipu orang lain, berbuat dzolim, membunuh, memaki-maki orang lain, menyakiti orang lain baik dengan lisan maupun tangannya, dan dosa-dosa lainnya. Bahkan akhlaq yang baik tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada binatang, seperti dikisahkan dalam sebuah hadits tentang seseorang ahli ibadah yang masuk neraka karena menyiksa seekor kucing, sementara di hadits lain seorang pelacur bisa masuk surga karena memberi air kepada anjing yang kehausan. Dan yang tidak boleh dilupakan, yang termasuk akhlaq yang baik bagi seorang wanita adalah memakai jilbab atau menutup aurat. Menutup aurat hukumnya wajib bagi seorang muslimah yang sudah baligh. Sekarang ini banyak wanita terutama gadis-gadis muda yang karena mengikuti mode dari kaum kafir Yahudi Nasrani, mereka berpakaian seksi, membuka aurat, tipis, kelihatan lekuk-lekuk tubuhnya. Padahal wanita yang tabarruj seperti itu tidak akan pernah bisa mencium baunya surga, sebagaimana kata Rasulullah. Maka wanita yang berjilbab menutup auratnya adalah salah satu ciri wanita yang sholehah. Ilmu Agama Yang Cukup Dan yang terakhir yang merupakan ciri kesholehahan seorang gadis adalah ilmu agama yang cukup, sebagaimana pesan Rasulullah saw untuk menikahi gadis yang cukup ilmu agamanya, kalau tidak niscaya akan binasalah kedua tanganmu. Ilmu agama yang cukup memang diperlukan dalam mengarungi kehidupan ini, terutama setelah menikah. Karena seorang wanita wajib mengetahui ilmu tentang keluarga, tentang kewajibannya sebagai seorang isteri, dan yang pasti ilmu agama yang cukup bisa menjadi bekal untuk mendidik anak, sebagaimana tugas utama dari seorang wanita adalah mengasuh dan mendidik anaknya. Ibu adalah al madrasatul uulaa/the first school/sekolah pertama bagi seorang manusia, maka mempunyai ilmu agama yang cukup merupakan hal yang mutlak. Seorang ibu yang mempunyai ilmu agama yang cukup bisa mengajari anaknya segala hal, dimulai dari aqidah, ibadah, akhlaq, dan hukum-hukum agama yang lainnya. Banyak hal tentang kenakalan seorang anak bermula dari kurang perhatiannya seorang ibu, kelalaiannya dalam mendidiknya. Seorang ibu yang tidak mendidik anaknya dengan ilmu agama yang benar, baik karena kelalaiannya atau kebodohannya akan mengakibatkan seorang anak menjadi berkelakuan tidak benar dan jauh dari agama. Dan di samping itu, banyak keretakan keluarga juga disebabkan karena kebodohan dari kedua belah pihak, baik suami atau isteri. Seorang isteri yang tidak tahu kewajibannya kepada suaminya cenderung akan bersikap seenaknya, seperti durhaka kepada suaminya, membangkang, bahkan berselingkuh dengan orang lain. Maka seorang gadis sholehah adalah harus mempunyai ilmu agama yang cukup, akan tetapi batasan cukup ini relatif dan bertingkat-tingkat. Paling tidak seorang gadis harus mengetahui ilmu yang wajib diketahui semua orang, seperti aqidah, ibadah, akhlaq, dan kewajiban-kewajiban yang khusus berkaitan dengan wanita dan isteri. Dan bukan berarti seorang gadis yang ilmu agamanya minim itu tidak sholehah, tetapi yang pasti adalah semangatnya dalam mencari ilmu, karena kesadaran akan kewajiban menuntut ilmu. Rasulullah saw bersabda,”Menuntut ilmu diwajibkan atas tiap muslim.” Bernasab Baik Disamping ciri-ciri di atas, menurut petunjuk Rasulullah ada beberapa hal lagi yang termasuk kriteria ideal seorang wanita yang layak dinihahi yaitu bernasab baik. Bernasab baik maksudnya berasal dari keturunan yang baik-baik. Kalau orang Jawa mengatakan dalam mencari jodoh adalah harus memperhatikan bibit, bebet, bobot, maka hal ini ada benarnya sesuai petunjuk Rasulullah. Isteri ibarat ladang tempat bercocok tanam, kalau ladangnya subur maka tanaman yang akan dihasilkan akan bagus, begitu sebaliknya kalau ladangnya tandus maka tanaman yang akan dihasilkan pun akan buruk. Allah berfirman : نِِسَائُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ .... Artinya : “….isteri kalian adalah ladang tempat kalian bercocok tanam…” (QS Al Baqarah : 223) Petani yang pandai tentu akan memilih bibit yang baik dan ladang yang cocok agar tanaman yang dihasilkan bagus. Begitu juga bila seseorang akan mencari isteri tentu lebih-lebih lagi, yaitu mencari yang bibitnya bagus dan ladangnya cocok. Sesuai sunnatullah, bibit yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik. Hal ini sangat penting agar anak keturunan yang akan lahir nantinya menjadi anak yang baik pula. Masalahnya adalah berkaitan dengan faktor genetika, gen-gen yang akan menurun ke anak yang akan lahir tentulah tidak akan luput dari pembawaan ayah-ibu, kakek-nenek, paman, bibi, saudara-saudaranya, dan seterusnya. Para ahli ilmu genetika mengatakan bahwa gen-gen itu akan memberikan pembawaan tersendiri kepada keturunan berikutnya secara langsung atau berselang, baik secara fisik atau psikologis. Lihatlah kenyataan sehari-hari, keluarga yang berantakan, orang tua yang berkarakter keras dan kasar maka biasanya anak-anak yang lahir tidak jauh dari pembawaan orang tuanya. Pepatah mengatakan,”Air cucuran atap jatuhnya ke limbahan juga”. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda : َتخَيَّرُوْا لِنُطْفِكُمْ فَإِ نَّ اْلعِرْقَ دَسَّاسَ . “Pilihlah (calon isteri kalian) demi keturunan kalian, karena pengaruh keturunan (nasab) itu sangatlah kuat.” (HR Abu Daud) َتخَيَّرُوْا لِنُطْفِكُمْ فَإِ نَّ الِنّسَاءَ يَلِدْنَ أَشْبَاهَ إِخْوَانِهِنَّ وَاَخَوَاتِهِنَّ . “Pilihlah (calon isteri yang bernasab baik-baik) demi menurunkan benih kalian (yang baik-baik pula)! Sesungguhnya wanita-wanita itu akan melahirkan anak-anak yang menyerupai pembawaan saudara-saudaranya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan.” (HR Ibnul ‘Adi dan Ibnu Asakir) Masalah nasab ini juga tidak hanya karena faktor genetika saja, tetapi lebih dari itu adalah berkaitan dengan latar belakang keluarga, kebiasaan sehari-hari keluarga, dan cara mendidik anak. Keluarga yang baik-baik dan Islamis tentu saja akan menciptakan suasana kehidupan dalam keluarga yang selalu dalam aturan agama, dan mendidik anak-anaknya dengan pendidikan dan agama yang baik. Maka kita lihat orang tua yang sholeh dan taat beragama, maka anak-anaknya pun akan sholeh dan taat beragama pula. Seorang wanita sholehah yang terbiasa hidup dalam sebuah keluarga yang taat beragama, maka dia akan terbiasa untuk berpikir, berkata dan bertindak sesuai tuntunan agama. Begitu sebaliknya, keluarga yang jauh dari agama, atau istilahnya Islam abangan/Islam KTP, maka anak-anak yang lahir pun biasanya tidak jauh dari kedua orang tuanya. Karena terbiasa hidup dalam sebuah keluarga yang jauh dari agama, keluarga yang tanpa aturan, bebas nilai, maka seorang wanita akan cenderung bersikap seenaknya pula sesuai kebiasaan dalam keluarganya selama ini. Kenyataan tersbut dapat kita saksikan sehari-hari. Misalnya, dari sebuah keluarga yang berantakan, ayahnya yang preman, pemabuk, penjudi, maling, maka anaknya pun tidak jauh dari orang tuanya. Yang laki-laki sama persis seperti ayahya, preman, pemabuk, suka nyopet dan lain-lain. Begitu juga yang perempuan, karena bebas bergaul tanpa kontrol maka dalam usia dini sudah hilang kegadisannya, kemudian karena frustasi akhirnya terjun sekalian menjadi pelacur. Ada sebagian orang yang berkilah,”ah yang penting kan anaknya, masalah bagaimana orang tuanya tidak penting, nyatanya ada gadis baik-baik yang tumbuh dari sebuah keluarga yang berantakan, begitu juga ada anak kyahi yang jadi maling.” Fakta seperti ini memang ada benarnya, sebagaimana kita ketahui dari seorang tua yang pembuat dan penyembah berhala, lahirlah seorang rasul pilihan Allah yaitu Nabi Ibrahim as. Begitu juga, Asiyah adalah seorang wanita yang dijamin masuk surga, padahal dia adalah isteri Fir’aun seorang manusia yang dilaknat Allah. Dan seperti kita ketahui Nabi Musa as pun dibesarkan dalam lingkungan keluarga Fir’aun laknatullah tersebut. Sekarang ini, kita lihat banyak juga fenomena para pendeta Nasrani dan biarawati yang justru banyak yang masuk Islam, padahal mereka adalah missionaris yang bertugas memurtadkan umat Islam, tetapi justru mereka masuk Islam setelah banyak mengenal ajaran Islam. Begitu juga sebaliknya, Kan’an seorang yang kafir meskipun ia adalah putera Nabi Nuh as, yang tentunya mendapat pendidikan yang benar dari ayahnya. Begitu pula isteri Nabi Luth as termasuk golongan yang disiksa Allah swt, meskipun dia sehari-hari dalam pengawasan seorang nabi. Hal-hal yang demikian ini adalah pengecualian, yang masalah tersebut berkaitan dengan hidayah yang merupakan hak Allah untuk memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tetapi adanya pengecualian tersebut bukan berarti meniadakan perintah untuk memperhatikan latar belakang keluarga calon isteri bagi seseorang yang mau menikah. Karena hal-hal yang bersifat pengecualian hanya terjadi pada kasus-kasus tertentu, tetapi secara umum keluarga yang baik akan melahirkan anak yang baik-baik, dan keluarga yang buruk akan melahirkan anak yang buruk pula. Bahasa ekonominya asumsi ceteris faribus, bahwa dengan cara kerja yang benar dan baik akan menghasilkan yang benar dan baik pula. Sebagaimana dalam ilmu pertanian, bibit yang baik dan ladang yang subur akan menghasilkan tanaman yang bagus. Sholehah Itu Bertingkat-Tingkat Hal-hal di atas adalah kriteria yang sesuungguhnya dari seorang gadis sholehah. Tetapi sesuai kodrat dunia ini bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Tiada gading yang tak retak, Nobody perfect! Hal-hal di atas adalah termasuk dalam tataran idealis, bahwa seharusnya seperti itulah seorang gadis yang sholehah, tetapi dalam tataran realitas, amat sedikitlah gadis yang sempurna seperti itu.

Apalagi di jaman sekarang yang penuh kemaksiatan dan kemungkaran. Jaman sekarang ini hampir semua manusia telah menjadikan kemaksiatan, uang, harta benda, ketenaran, kesombongan, gemerlap dunia, nafsu syahwat sebagai tuhan-tuhan dan berhala-berhala. Hanya segelintir manusia di dunia ini yang masih ingat kepada Allah, Rasulullah, kematian, alam kubur, hari akhir, surga dan neraka. Di dunia ini, teramat sedikit wanita-wanita yang masih mau bersujud kepada Allah, mendekatkan diri kepada agama, mengingat akhirat, menjaga diri, agama dan kehormatannya. Masih mendingan kalau ada gadis yang mau berjilbab rapat, aktif kegiatan keagamaan, menjaga diri dan kehormatannya, walau masih berakhlaq kurang baik dan kurang sempurna ibadahnya. Dan memang, kebanyakan yang kita dapati adalah ketidaksempurnaan. Banyak akhwat yang berjilbab rapat, aktif kegiatan keagamaan, ibadahnya bagus, tetapi sayang akhlaqnya kurang baik. Di sisi lain, ada seorang gadis pesantren yang berjilbab, ilmu agamanya tinggi, ibadahnya rajin, sayang masih suka pacaran. Ada juga akhwat yang benar-benar alim, jilbabnya rapat dan lebar, aktif kegiatan keagamaan, akhlaqnya baik, ibadahnya bagus, tetapi sayang aqidahnya kurang benar dan terjebak dalam aliran/pemikiran yang menyimpang dari syariat. Sementara yang lain, ada seorang gadis yang biasa-biasa saja, ilmu agamanya minim, ibadahnya biasa-biasa saja, jilbabnya biasa saja, bahkan kadang tidak berjilbab, tetapi akhlaqnya sangat bagus. Itulah dunia yang penuh ketidaksempurnaan. Dan itulah fenomena gadis sholehah dalam kenyataan sehari-hari. Yang jelas, sholehah itu bertingkat-tingkat, sebagaimana keimanan itu juga bertingkat-tingkat. Syukur alhamdulillah kalau kita bisa mendapatkan seorang gadis yang benar-benar sholehah, bernasab baik tetapi memang susah sekali di jaman sekarang ini mencari gadis yang benar-benar sholehah seperti ciri di atas. Tetapi yang pasti harus ada standar minimal. Dan standar minimal itu adalah paling tidak mempunyai kesadaran beragama dan ghiroh/semangat dalam mempelajari dan menjalankan Islam. Karena seorang gadis yang mempunyai kesadaran dan mempunyai semangat dalam beragama, akan mudah diingatkan untuk berbuat baik dan ketika melakukan kesalahan. KESIMPULAN Itulah beberapa perenungan tentang gambaran gadis sholehah. Ringkasnya dari uraian singkat di atas bahwa kesholehahan itu bertingkat-tingkat sebagaimana keimanan juga bertingkat-tingkat. Kesholehahan yang ideal adalah sikap yang kaffah dalam beragama, yang meliputi aqidah, ibadah, dan akhlaq serta ilmu yang cukup. Tetapi mencari gadis yang seperti ini benar-benar sangat sulit apalagi di jaman sekarang yang jahiliyah ini. Walaupun demikian paling tidak harus ada standar minimal yaitu mau mempelajari dan mengamalkan agama. Bahasa umumnya adalah gadis yang khusyu’ atau alim. Ciri-cirinya adalah semangatnya dalam beragama, senang bila diajak berbicara masalah agama, dan punya perhatian yang besar dalam agama. Gadis seperti ini insyaAllah akan mudah diajak ke arah kebenaran dan diingatkan dari kesalahan, karena dalam dirinya telah tumbuh keimanan yang kuat dan kesadaran untuk mendekatkan diri kepada Allah. Inilah kriteria minimal. Dan inilah yang membedakan dengan gadis yang tidak sholehah, gadis yang jauh kurang dekat dengan agama. Karena sikap jauh dari agama jelas akan membahayakan kehidupan seseorang. Seorang gadis yang kurang memperdulikan agama, akan mebawa sikap cuek, acuh tak acuh, tidak mau mempelajari dan mengamalkannya. Kadang tidak suka bila diajak berbicara masalah agama dan tidak ada ketertarikan kepada agama. Walaupun sesekali mereka terkadang masih sering menjalankan ibadah seperti sholat dan puasa, tetapi hal itu biasanya hanya dilakukan sebagai ibadah ritual yang hampa dan tidak membekas dalam kalbunya. Mereka belum mempunyai kesadaran agama dan belum mempunyai keinginan kuat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Gadis yang lemah iman seperti ini biasanya juga rentan sekali dan mudah terjerumus dengan tindakan kemaksiatan dan bahkan lama-lama bisa murtad atau keluar dari Islam. Nauzubillah. Ketika seorang gadis yang kurang dekat dengan agama maka yang sangat dikhawatirkan akan membawa kepada berbagai tindakan dosa, kemaksiatan yang dia lakukan seperti kemusyrikan, perzinahan, pergaulan bebas, free sex, narkoba, dan banyak juga dari mereka yang pindah agama karena menikah dengan orang kafir, yang hal itu disebabkan karena lemah imannya juga sangat dangkal ilmu agamanya. Semoga para wanita muslimah Indonesia bisa menjadi gadis yang sholehah, dekat dengan agama, dan terhindar dari segala keburukan. Wallahu a'lam



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran Dan Terjemahnya, (Semarang : Penerbit CV. Toha Putra), Edisi Revisi 1989.
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Penerbit Sinar Baru Algensindo), Cetakan Ke-34, 2001.
M. Nipan Abdul Halim, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta : Penerbit Mitra Pustaka), Cetakan Ketiga, Februari 2001.
Mohammad Fauzil Adhim, Kado Pernikahan Untuk Istriku, (Yogyakarta : Penerbit Mitra Pustaka), Cetakan XII, April 2004.

0 komentar